Jumat, 31 Januari 2014
Tergores Kenangan di Setiap Foto
Aku suka fotografi berawal dari kamera Handphone yang dulu sering aku gunakan untuk narsis, atau bahasa gaulnya "selfie". Disitu aku semakin kecanduan untuk berfoto dimana aku menjumpai tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Nggak jarang saudara-saudaraku mengatai aku orang yang narsis, bahkan mereka sudah hafal, dimanapun aku pergi, aku selalu memintakan orang lain untuk memotretku. teman-teman semasa SMPku pun juga sepertinya "eneg" dengan ke alayan ku waktu itu. "Alah, alay banget sitik-sitik difoto" mereka bilang. Setiap aku beli handphone baru pun yang ku incar bukan aplikasinya atau apanya ya, tapi kamera. Heran juga.
Hanya dengan sebuah kamera digital, aku mengembangkan hobiku itu. Biasanya sih aku mengotak-atik kamera dan biasanya juga nggak bisa ngembaliinnya. Panik sih, apalagi itu bukan kamera sendiri. Lalu lama-lama aku bisa menggunakan SLR. Mulai terbiasa dengan permainan SLR yang membuat suatu objek itu menarik dan enak untuk dilihat juga mempunyai nilai tinggi bagi mereka yang suka dengan fotografi.
Karena biasanya fotografi itu suka memotret scene dan object yang bagus, di sini aku lebih suka memotret subjeknya ketimbang objeknya. Lebih tepatnya Subjek atau orang dengan scene yang menarik. Bisa dibilang ini mengabadikan kenangan. Nggak banyak orang yang sempat mengabadikan foto bersama disuatu objek seperti di alam, keramaian kota, cafe atau tempat yang menarik lainnya. Teman-teman SMA ku mulai mempercayaiku sebagai orang yang selalu mengabadikan setiap moment itu. "Kalau nggak ada Visa, Makhluk Sore nggak punya kenangan. Paling cuma selfie sendiri-sendiri. Bukan foto bareng", "iya, Visa tu kemana-mana mesti minta foto bareng. Jadi aku juga punya kenangan" kata beberapa temanku itu. Senang mendengarnya.
Menurut orang yang kurang suka difoto, mereka bilang ini lebai atau berlebihan, atau memalukan mungkin. Tapi menurut pendapatku sendiri, setiap moment yang kualami ini adalah kenangan, sama halnya dengan setiap jepretan yang kudapat ini adalah kenangan.
Kenangan adalah memori yang pernah kita alami dahulu, sesuatu yang membekas di ingatan kita. Kenangan itu masa lalu. Untuk apa diabadikan? Bukan berarti kita selalu melihat kebelakang, tetapi dengan kenangan masa lalu itu, kita bisa belajar lebih baik dari sebelumnya. Kita bisa mengoreksi diri, dan berkaca. Foto bisa menghadirkan sebuah senyuman dan tawa. Mungkin kita pernah mengalami masa pahit, bahagia, bercanda dengan teman, atau cinta yang telah lama terjadi. Sewaktu kita membuka foto itu, kita bisa tersenyum sambil berkata "ini sewaktu aku blablabla".
Kenangan itu nggak akan pernah bisa dihapus, kenangan itu hilang karena kita memiliki batas ingatan yang lemah. Memori yang ada di otak kita lebih kecil daripada memori yang ada dibalik setiap foto. Jadi, foto itu semacam media untuk merekam hidup. Untuk sahabat dan teman-temanku, aku selalu hadir untuk merekam semua kejadian yang kita alami bersama-sama. ^^
Strike ! Fishing @Kinan's House
Selasa, 14 Januari 2014 libur Maulud. Pagi itu pukul 7, Azka kirim Line kalau dia udah nunggu di sekolah sama Icak dan dia nyuruh temen-temen segera berangkat ke sekolah. Ya, rencananya adalah mancing dirumah Kinan yang Muntilan. Tapi sayang, lagi-lagi Makhluk Sore nggak bisa lengkap. Kali ini Onik ngga ikut soalnya Eyangnya meninggal. Aku segera ke rumah Fitri dan menjemputnya. Sesampainya disekolah, ternyata sudah ada Bimo, Dita, Ipul dan Kempong juga. Lalu disusul oleh Galuh dan Selma. Waktu sudah menunjukkan pukul setengan delapan. Lagi-lagi Ikhsan belum ada kabar. Padahal cuma tinggal dia yang belum datang. Ikhsan tiba-tiba kirim chat di line. Katanya dia baru bangun dan mau mandi. Parah! Azka emosi karena janjinya pukul 7 sudah harus di sekolah. Ahkirnya, pukul 8 kurang 15, Ikhsan datang dan kami pun langsung pergi ke rumah Kinan di Godean. Keadaan jalan raya sepanjang mau ke rumah Kinan masih sepi, dingin dan matahari belum bersinar terik. Sejuk sekali rasanya menikmati oagi hari bersama teman-teman tercinta. Kami pun sampai dirumah Kinan di Perum. Griya Palem Hijau Godean. Aku langsung menanyakan Adin yang katanya langsung ke rumah kinan, ternyata belum datang. Aku segera menelpon dan memberi petunjuk jalan. Beberapa menit kemudian Adin datang. Yayi adik kinan yang sedari tadi berdiam di pintu memandangi kamu yang asik bercanda didepan rumah Kinan sambil duduk-duduk di teras rumahnya mengeluarkan beberapa ekor kelinvinya yang luci-lucu. Berbulu Putiih lembut dan matanya yang belok seperti boneka. Selma menggendongnya dan mengajaknya bermain. Begitu juga yang lain. Aku memotret mereka yang asik bermain dengan kelinci. Sangat bagus.
"Mana Petter?" tanya Selma.
"Itu yang belang" jawab Kinan.
"Woh kelinci we jenenge apik2" sahut Bimo sambil ngelawak. Kempong menyahut
"San, koe kalah to kari kelinci.Jenengmu Ikhsan". Semua ketawa.
Ahkirnya, pukul 9 pagi, kami berangkat ke rumah warisan Kinan di Ploso, Muntilan. Aku diboncengin sama Kempong. Bimo sama Galuh, Icak sama Adin dan Ipul sendirian. Di sepanjang jalan aku menikmati suasana desa yang indah. Sawah-sawah dan sungai-sungai yang masih tertutup oleh udara sejuk di desa.
"Gocekan Bapak, ndak kabur" lawakan Kempong didepan anak cowok yang niatnya ngejek aku.
"Anake umur pinten pak?" balas Icak juga mengejekku.
Aku tertawa di sepanjang jalan. Apalagi ditambah kekonyolannya Icak, Ipul, Icun.
Sesampai di sana, beberapa anak sudah memasang alat pancing dan umpan di pancing mereka dan bersiap untuk memancing. Lalu kami memancing dan berfoto hingga puas. SRIKE...! Ikan pertama didapat oleh Selma. Lalu disusul Icak dan Tutik. Aku cuma bisa tersenyum melihat ekspresi bahagia mereka. Karena hanya aku sendiri yang sedari tadi tidak memegang pancing. Aku lebih suka memotret kejadian kejadian lucu yang mereka lauin sewaktu mereka mendapat ikan. STRIKE ! Ikan yang kami dapat sangat banyak.
Selesai kami memancing, kami pun pulang kembali ke rumah Kinan. Disana kami menyiapkan ikan yang tadi telah dipancing dan menyiapkan panggangan untuk memanggang. Kami pun segera membakar ikan yang sudah sedari tadi dibumbui oleh Tutuk dan Dita. Azka, Adin, Icak, Kempong keliatan bahagia membantu para cewek membakar ikan. kami semua mengerjakan ini dengan penuh canda tawa. Rasanya bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Susah senang selalu berkumpul dan tertawa. Selesai dibakar, kami juga menyiapkan nasi dan beberapa piring untyuk makan besar bersama-sama. Lalu kami pun menyantap masakan yang kami tunggu-tunggu sedari tadi. Sambel buatan Bibi kinan bener-bener pedes. Sampai beberapa anak nambah nasi gara-gara kepedesan. Selesai makan, kita membersihkan teras rumah Kinan dan bersantai sembari melihat anak kecil bermain sepeda di perumahan. Kami juga membahas rencana touring yang rencananya mau ke Dieng Plateau.
Ya, ini perjalanan memancing kami. Cukup memuaskan, membahagiakan, mengenyangkan dan THAT'S A GREAT MOMENT :) Thanks Makhluk Sore.
"Mana Petter?" tanya Selma.
"Itu yang belang" jawab Kinan.
"Woh kelinci we jenenge apik2" sahut Bimo sambil ngelawak. Kempong menyahut
"San, koe kalah to kari kelinci.Jenengmu Ikhsan". Semua ketawa.
Ahkirnya, pukul 9 pagi, kami berangkat ke rumah warisan Kinan di Ploso, Muntilan. Aku diboncengin sama Kempong. Bimo sama Galuh, Icak sama Adin dan Ipul sendirian. Di sepanjang jalan aku menikmati suasana desa yang indah. Sawah-sawah dan sungai-sungai yang masih tertutup oleh udara sejuk di desa.
"Gocekan Bapak, ndak kabur" lawakan Kempong didepan anak cowok yang niatnya ngejek aku.
"Anake umur pinten pak?" balas Icak juga mengejekku.
Aku tertawa di sepanjang jalan. Apalagi ditambah kekonyolannya Icak, Ipul, Icun.
Sesampai di sana, beberapa anak sudah memasang alat pancing dan umpan di pancing mereka dan bersiap untuk memancing. Lalu kami memancing dan berfoto hingga puas. SRIKE...! Ikan pertama didapat oleh Selma. Lalu disusul Icak dan Tutik. Aku cuma bisa tersenyum melihat ekspresi bahagia mereka. Karena hanya aku sendiri yang sedari tadi tidak memegang pancing. Aku lebih suka memotret kejadian kejadian lucu yang mereka lauin sewaktu mereka mendapat ikan. STRIKE ! Ikan yang kami dapat sangat banyak.
Selesai kami memancing, kami pun pulang kembali ke rumah Kinan. Disana kami menyiapkan ikan yang tadi telah dipancing dan menyiapkan panggangan untuk memanggang. Kami pun segera membakar ikan yang sudah sedari tadi dibumbui oleh Tutuk dan Dita. Azka, Adin, Icak, Kempong keliatan bahagia membantu para cewek membakar ikan. kami semua mengerjakan ini dengan penuh canda tawa. Rasanya bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Susah senang selalu berkumpul dan tertawa. Selesai dibakar, kami juga menyiapkan nasi dan beberapa piring untyuk makan besar bersama-sama. Lalu kami pun menyantap masakan yang kami tunggu-tunggu sedari tadi. Sambel buatan Bibi kinan bener-bener pedes. Sampai beberapa anak nambah nasi gara-gara kepedesan. Selesai makan, kita membersihkan teras rumah Kinan dan bersantai sembari melihat anak kecil bermain sepeda di perumahan. Kami juga membahas rencana touring yang rencananya mau ke Dieng Plateau.
Ya, ini perjalanan memancing kami. Cukup memuaskan, membahagiakan, mengenyangkan dan THAT'S A GREAT MOMENT :) Thanks Makhluk Sore.
Jumat, 10 Januari 2014
Sweet Seventeenth 27 Oktober 2013
27 Oktober 2013, awan bergerak dengan lembut seirama dengan angin sepoi
yang membangunkanku dari tidur nyenyakku malam itu. Serasa hari ini akan
menjadi hari yang terindah sepanjang hidupku. Hari yang penuh makna, penuh suka
cita dan penuh perubahan dalam hidupku. Aku segera membuka pintu depan dan
menikmati pagi hari bertatapan dengan matahari yang masih malu-malu memancarkan
sinarnya. Well, hari ini adalah hari ulangtahunku yang ke tujuhbelas atau orang
muda sering menyebutnya Sweet Seventeen.
Aku berdoa dan berharap agar hari ini menjadi hari yang indah untukku. Aku pun
juga membuka handphone kubuka ada 12 pesan masuk yang memberiku ucapan selamat
ulangtahun, ada Oni, Dita, Tutik, Kinan, Wawan yang pas pukul 00.00 lalu aku menghubungkan
jaringanku lalu aku menulis status di facebook. “Tuhan, indahkan hari ini”.
Tapi sayang, malam minggunya, handphoneku rusak, dirusakin Anya, keponakanku
yang setiap hari dirumahku. Sedih banget, waktu itu aku masih tertidur sepulang
sekolah, lalu handphoneku dimainin Anya, setelah aku bangun, aku liat handphone
udah dalam keadaan “heng” atau eror pas di zoom foto waktu aku, Kinan, Dita,
dan Oni liat LBB di GOR UMY. Seketika aku langsung lemas, rasanya seperti
diputusin pacar di hari -1 ulangtahunku. Aku pikir, itu bakalan jadi pelajaran
buatku, atau ……. Entahlah. Mungkin memang sudah takdir. Untung Mbak Rumi baik
hati, jadi selama aku dirumah selatan, yang udah lama aku rencanakan untuk
merayakan ulangtahunku itu, Mbak Rumi meminjamiku handphone. Memang, hari itu
aku menebak akan ada banyak temanku yang aku undang untuk datang ke
ulangtahunku akan SMS, mereka belum ada yang tau dimana rumahku yang satunya
itu.
Pagi itu masih Dalam keadaan lusuh alias belum mandi, air pun belum tersentuh sedikitpun, aku dan Mbak Rumi membungkus kue yang barusaja diantar leh temannya Tante Tyas. Kue untuk para tetangga dan rekan bapakku karena memang hari ini juga bertepatan sama peringatan 1000 hari kakungku. Untungnya misa di gereja hari Senin, bukan hari ini, jadi memang sudah lama aku rencanakan hal ini.
Jam 11 kurang, aku sudah mulai bingung untuk urusan ambil roti, beli gelas dan sebagainya, tapi malah orang rumah justru bikin suasana hatiku seperti terbakar. Ada yang menyuruh kesini, ada yang menyuruh kesana. Dari mulai malamnya, aku mendekorasi rumah sendiri , hanya dibantu dan ditemani Om Agung dan Mbak Rumi, 20 balon habis kutiup sendiri. tirai cendela dan backdrop pun aku yang memasang sendiri. Di usiaku yang ke tujuhbelas ini aku merasa aku harus mandiri, aku harus melakukan semuanya dengan sendiri disamping kedua orang tuaku yang sibuk dengan acara memule kakungku. Segera aku menyuruh Mbak Rumi menemaniku mengambil kue. Setelah sampai toko kue, ternyata lilinnya angka 7 habis.
Pagi itu masih Dalam keadaan lusuh alias belum mandi, air pun belum tersentuh sedikitpun, aku dan Mbak Rumi membungkus kue yang barusaja diantar leh temannya Tante Tyas. Kue untuk para tetangga dan rekan bapakku karena memang hari ini juga bertepatan sama peringatan 1000 hari kakungku. Untungnya misa di gereja hari Senin, bukan hari ini, jadi memang sudah lama aku rencanakan hal ini.
Jam 11 kurang, aku sudah mulai bingung untuk urusan ambil roti, beli gelas dan sebagainya, tapi malah orang rumah justru bikin suasana hatiku seperti terbakar. Ada yang menyuruh kesini, ada yang menyuruh kesana. Dari mulai malamnya, aku mendekorasi rumah sendiri , hanya dibantu dan ditemani Om Agung dan Mbak Rumi, 20 balon habis kutiup sendiri. tirai cendela dan backdrop pun aku yang memasang sendiri. Di usiaku yang ke tujuhbelas ini aku merasa aku harus mandiri, aku harus melakukan semuanya dengan sendiri disamping kedua orang tuaku yang sibuk dengan acara memule kakungku. Segera aku menyuruh Mbak Rumi menemaniku mengambil kue. Setelah sampai toko kue, ternyata lilinnya angka 7 habis.
“Mbak, aku jadi beli lilinnya deh” kataku pada pelayan toko kue itu.
“Waduh , lilinnya yang 7 habis
mbak”
“Yah..” kataku dengan sangat kecewa.
Aku langsung pergi ke Toko kue di daerah Bintaran dan ternyata tutup. Disepanjang jalan, jantungku berdegup, rasanya tak karuan, aku terus berfikir bahwa hari ini menjadi hari sial untukku. Aku SMS Om Agung agar membelikan lilin angka 7 kalau pulang nanti. Ternyata, sesampai dirumah tidak dibelikan. Aku kecewa, semua keluargaku sudah datang dan tidak ada satu orangpun yang peduli. Aku mencicil membuat adonan agar-agar untuk membuat es sarang burung. Baru mulai memarut agar-agar saja udah dimarahi gara-gara salah arah dan agar-agar yang aku parut itu hancur. Dengan muka kesal, Tante Kris yang mengambil alih memarut agar-agar itu. ppadahal sebenarnya ia sendiri masih sibuk sama pekerjaannya.
Penatttttttttttt………….. siiiiiiiaaaaaaalllllll………. Aku juga masih disuruh mengantarkan kue ke tetangga-tetangga, tapi karena aku sudah benar-benar muak dirumah, aku cepat-cepat membereskan barang apa saja yang akan ku bawa ke rumah satunya dan dengan air mata yang sudah merambang di ujung mata juga napas yang mulai tersengal-sengal membuatku sulit melontarkan kata-kata, aku segera pergi dengan muka yang sangat acuh. Di sepanjang jalan, aku sedih, sama sekali tidak ada orang yang memperdulikanku. Rasanya seperti ditusuk-tusuk seribu jarum pentul tepat di bagian hati. Tetapi aku tetap diam. Sesampai dirumah yang akan ku pakai untuk merayakan ulangtahunku, aku membereskan semuanya sendiri, dan beberapa menit kemudian, ahkirnya Om Agung datang dan membantuku. Disusul Mbak Nita, Mas Indra, Anya dan Niel. Mbak Nita membantu meniupkan balon panjang-panjang ala Pizza Hut yang masih tersisa dan aku membuat es sarang burung di dapur. Kue tart pun aku masukkan ke dalam kulkas biar tidak lembek.
Karena aku tidak mau terlalu lama mempersiapkan semuanya, aku meninggalkan Mbak Nita dan Mas Indra supaya mereka yang menata masakan yang sudah disiapkan oleh Bulek Tini, adiknya ibuku. Ada nasi kuning, ayam goreng krispi, kering tempe, telur dan abon. Aku bergegas pulang kerumah dan segera mandi.
Aku langsung pergi ke Toko kue di daerah Bintaran dan ternyata tutup. Disepanjang jalan, jantungku berdegup, rasanya tak karuan, aku terus berfikir bahwa hari ini menjadi hari sial untukku. Aku SMS Om Agung agar membelikan lilin angka 7 kalau pulang nanti. Ternyata, sesampai dirumah tidak dibelikan. Aku kecewa, semua keluargaku sudah datang dan tidak ada satu orangpun yang peduli. Aku mencicil membuat adonan agar-agar untuk membuat es sarang burung. Baru mulai memarut agar-agar saja udah dimarahi gara-gara salah arah dan agar-agar yang aku parut itu hancur. Dengan muka kesal, Tante Kris yang mengambil alih memarut agar-agar itu. ppadahal sebenarnya ia sendiri masih sibuk sama pekerjaannya.
Penatttttttttttt………….. siiiiiiiaaaaaaalllllll………. Aku juga masih disuruh mengantarkan kue ke tetangga-tetangga, tapi karena aku sudah benar-benar muak dirumah, aku cepat-cepat membereskan barang apa saja yang akan ku bawa ke rumah satunya dan dengan air mata yang sudah merambang di ujung mata juga napas yang mulai tersengal-sengal membuatku sulit melontarkan kata-kata, aku segera pergi dengan muka yang sangat acuh. Di sepanjang jalan, aku sedih, sama sekali tidak ada orang yang memperdulikanku. Rasanya seperti ditusuk-tusuk seribu jarum pentul tepat di bagian hati. Tetapi aku tetap diam. Sesampai dirumah yang akan ku pakai untuk merayakan ulangtahunku, aku membereskan semuanya sendiri, dan beberapa menit kemudian, ahkirnya Om Agung datang dan membantuku. Disusul Mbak Nita, Mas Indra, Anya dan Niel. Mbak Nita membantu meniupkan balon panjang-panjang ala Pizza Hut yang masih tersisa dan aku membuat es sarang burung di dapur. Kue tart pun aku masukkan ke dalam kulkas biar tidak lembek.
Karena aku tidak mau terlalu lama mempersiapkan semuanya, aku meninggalkan Mbak Nita dan Mas Indra supaya mereka yang menata masakan yang sudah disiapkan oleh Bulek Tini, adiknya ibuku. Ada nasi kuning, ayam goreng krispi, kering tempe, telur dan abon. Aku bergegas pulang kerumah dan segera mandi.
Pukul 17.30 aku kembali melangkahkan kaki di gang menuju rumah Mbak
Destri karena aku harus mengambil salad yang sedang dibuat dirumahnya Mbak
Destri. Ternyata aku masih harus menunggu karena belum selesai Mbak Destri
masih mengaduk-aduk salad sembari menaburi keju. Bak dikejar-kejar anjing di
ujung mata. perasaanku sudah tidak karuan.
“Mbak, aku pake baju ini wagu
ndak?”
“Yo ketok ndeso. Hehehe” jawab mbakku cengingisan.
“Njuk aku kudu pie?” tanyaku panik.
“Nganggo klambiku sek abang wae. Sek tak jupukke”
Setelah diperlihatkan, aku pikir aku
tidak pede memakai dress merah ketat
seperti itu. Jadi ya aku tetap memakai dressku
yang biru. Hal yang aku pikirkan sedari tadi, aku takut kalau aku masih
ditempat Mbak Destri, tapi teman-temanku sudah sampai dirumahku. Keadaanku
masih polos tanpa bedak sedikitpun dimukaku. Gembel.
Sepasang kaki melangkah disebuah
jalan yang sepi. Hati yang berdebar-debar tak kunjung hilang masih dengan
perasaan tak karuan. Mendengar suara adzan maghrib sembari menengok kanan-kiri.
Nafas yang tersengal-sengal kembali menghajar badanku yang sudah mulai panic
ini. Setelah sampai rumah, rupanya belum ada temanku yang datang. Dengan
sedikit perasaan lega, aku langsung membuka sebotol air putih dan kuminum. Ku
oleskan bedak talk bayi di mukaku yang mulai berkeringat ini.
Mbak Nita dan Mas Indra terburu-buru pulang,
soalnya Niel rewel dan minta pulang. Sendiri dirumah rasanya
itu……………………………….nothing. Pukul tujuh malam, aku masih menunggu temanku di depan
kipas angin sambil meratapi handphone Mbak Rumi. Masih sendiri. Aku SMS
beberapa teman yang yakin akan datang. Gama terutama.
Semangatku hilang, yang tadinya galau jadi
tambah galau. Karena dihari sebelumnya, Gama bilang kalau dia bakalan datang.
Bahkan dia juga yang nge-share
undangan ulangtahunku ke facebook. Sampai
jam segini masih belum ada yang dateng. Setiap tetangga yang lewat, menanyaiku.
“Ulangtahun ya mbak?”
“Ulangtahun ya mbak?”
“hehe
iya, Bu”
“Yang
keberapa?”
“Ke
tujuhbelas”
“Lha
temen-temennya mana kok sepi”
“Nggg……………belum
dateng e, jam tujuh acaranya” alibiku. Lalu Fia bilang kalau yang di Smaven Cuma 3 orang. Kinan juga, katanya dia nganterin adiknya cek dan Galuh dimarahi papanya. Ikhsan juga tiba-tiba bilang kalau yang cowok lagi pada futsal. Aku frustasi. Rasanya pengen teriak sekenceng mungkin. Aku kecewa sama mereka. Aku sedih banget. Setiap menit menengok luar pintu dan belum ada juga tanda-tanda ada yang dateng. Jam 7 lebih 5 menit.
Surrrrppprrriiiisssseeeee………… kutengok
pintu depan rumahku. Gama, Fia, Nada, Aan, Nandya, Alethea, Indra, Octa, Weda,
Rika, Rahma, Anggre datang dengan cekikak-cekikik. Rika bilang Salma Abi Erza
ada acara jadi pada nggak bisa dateng. Kan bener, aku pasti dikerjain sama
mereka. Dan parahnya, SMSku ke Fia soal Gama, dibaca temen-temen. Sial banget,
aku langsung diejekin sama mereka.
“Cie
sek di SMS Gama e” ejek Octa.
“Weh
apa to kamu? Ya kan dia ketua kelas” alibiku.
“Sori
Vis, mau sek mbales SMSmu konco-konco” kata Fia sambil senyum-senyum.
“Cie
sek seko kelas siji” ejek Octa lagi.
Kado
pertama sweet seventeenku dari anak
Elalga, kertas biru yang aku terima langsung dari Gama. Lagi-lagi aku diejek
sama temen-temen. Katanya sih formalitas dari ketua kelas. Tapi aku yakin
mereka ngerjain aku lagi. Lalu hal yang aku tunggu-tunggu nih, saatnya
berfoto-foto dengan anak Elalga. Aku mengeluarkan kue tart yang tadi kumasukkan
kedalam kulkas. Om Agung yang menyalakan lilinnya dan saatnya aku tiup lilin
dan diiringi nyanyian dari anak-anak
Elalga.
“Tiup
lilinnya tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang
juga.”
“Potong
kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga. Sekarang juga sekarang
juga.”
Kue
pertama ku kasih untuk Om Agung, karena ia yang menggantikan orangtuaku disini.
Lalu Mbak Destri, Gama, dan Nandya karena Gama sebagai ketua kelas. Tapi
sepertinya aku dikerjain lagi sama temen-temen. Gayanya mereka bilang buat pak
ketua kelas dulu. Malu banget aku didepan banyak orang aku di bully
habis-habisan.
Dari
mulai foto bersama, tiup lilin, potong kue sampai foto masing-masing anak, yang
aku bener-bener tunggu belum dateng juga. Makhluk Sore. Apa mereka setega itu
sama aku? Apa ini yang namanya konco kentel? Apa gara-gara Mereka sibuk futsal
terus akunya dilupain? Apa ini yang katanya bisa?
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…………………………………. Ini rasanya lebih dari sedih.
Aku coba hubungi Adin.
“Halo
din….”
“Apa?”
“Gimana
e? gek kesini”
“Sory
aku raiso. Aku lagi futsal”
“Kok
gitu e kamu tu”
Cepat-cepat
aku matikan telpon karena rasanya itu sangat-sangat mengecewakan. Dengan muka
yang kebingungan, dan sedari tadi udah dikode Rahma kalo dia udah kehausan,
lalu aku menyuruh mereka segera ambil makan dan minum di dapur belakang.
“Vis,
sumurmu asat?” kata Rahma mengodeku.
“Hahaha
ya ayok buruan ambil makan”
“Dimana?
Ya anterin”
“Itu
lho dibelakang.”
Tiba-tiba………………..suuurrrrrrrpppprrrrrriiiiiiisssseee again. Galuh
datang membawakan kue tart dan diikuti Tutik, Kinan, Onik, Dita, Adin, Ikhsan,
Icak, Azka, Kempong, Ipul, Bimo. Oke. Aku dikerjain lagi. Seneng banget rasanya
mereka dateng. Semua kesedihanku sejak pagi tadi udah ilang. Mereka yang
ngobatin rasa panikku, sebelku, dan sedihku. Mood booster ku datang. Superman
ku datang. Radio ku datang. Mereka langsung heboh dan menceritakan kronologi
ngerjain akunya. Sial.
Aku
mengajak mereka foto bersama. Dari yang muka datar sampai foto teralay ada.
Sayangnya, Makhluk Sore kurang Selma. Selma rumahnya jauh dan pasti sepulang
LDK pelatihan OSIS itu dia nggak dibolehin sama orangtuanya. Seharusnya disini
ada empatbelas orang. Well, aku tetep
bahagia banget hari ini.
“Vis,
nih ada kado buat kamu. Cun buruan dibuka tasmu” kata Galuh.
“iya
lho Vis, kado special buat kamu” Dita menyahut.
“Hahahaha”
tawa Adin sambil membuka Tas batik milik Ikhsan.
Lebih
dari 15 bungkus kado kecil-kecil ditaruh didepanku. Mereka menyuruhku membuka
kado ini. Yang pertama isinya uang-uangan mainan, lalu kartu Barbie mainan, lalu daun daun ijo dan
masih banyak lagi mainan anak kecil. Malah ada yang isinya bedak bayi,
jerseynya Ikhsan sewaktu kecil, dan kuas tembok. Tau aja mereka kalau rumahku
ini belum dicat. Hahaha. Lagi-lagi aku dikerjain. Segera aku menyuruh mereka
mengambil makan di dapur. Sebagian anak Elalga asik berfoto dengan kamera SLR
milik Octa.
Aku
menemani Makhluk Sore makan. Rasanya, bahagia banget duduk melingkar bareng
temen-temen yang selalu ada disaat aku butuh, selalu nemenin aku, selalu tau
aku, dan selalu ngehibur aku. Mereka semua bisa bikin aku ketawa. Kempong
terutama. Moment yang hannya sekali terjadi ini nggak aku abaikan bagitu aja.
aku mengambil gambar dari kamera mbakku sewaktu kita bercanda bersama.
Pukul
setengah Sembilan, Gama memanggilku dan dia berpamitan pulang karena sudah
malam. Gama memintaku memenggilkan Ibuku untuk berpamitan, tapi karena ibuku
tidak ada disitu lalu aku memenggil Bapakku yang baru saja datang. Mereka pun
berpamitan dan aku mengucapkan banyak terimakasih.
Masih
bersama Makhluk Sore, aku mengajak mereka foto satu-satu denganku. Mau dibilang
modus ya…….ngggggg………… Makhluk Sore udat tau J nggak tau harus gimana ngungkapinnya, rasanya
lewat tulisan dan curhatan itu belum melampaui seluruh kebahagiaanku dihari
ulangtahunku. Masih belum puas untuk mengambil gambar bersama mereka, aku pun
meminta mereka foto bersama lagi sebelum mereka pulang.
“Luh,
tukeran dong”
“Hahaha,
aku tau Vis maksudmu” ledek Galuh.
“hussstttt
diem ya” jawabku malu.
Jam
setengah sepuluh, mereka pun berpamitan dan segera pulang karena sudah larut
malam. aku berterimakasih banyak sama mereka, walaupun aku harus nunggu mereka
dateng lama.
Bapak,
Ibu, Om, Tante dan saudaraku yang lain datang untuk mengucapkan selamat
ulangtahun untukku. Makan bersama keluarga sembari menceritakan apa yang
menbuat hariku ini indah. Mbakku dan tanteku bisa menebak kalau yang dateng
kedua tadi “konco kenthelku” katanya
sih keliatan dari sikapnya mereka ke aku gimana, lalu bercandaannya.
“Itu
tadi mesti temen deket semua to?” tanya Mbak Imah.
“Iya.
Gilak aku dikerjain habis-habisan. Dikado mainan anak-anak juga”
“Nah,
itu yang bikin kangen besok kalo kamu udah gede”
“iyasih.”
“apa
lagi ini ulangtahun ke tujuhbelas. Nggak bisa dilupain”
Sesampainya
dirumahku yang lama aku tinggali ini, aku langsung mendapat sambutan dari
saudara-saudaraku yang duduk-duduk di teras. Tidak disangka, yang aku pikir
mereka bakalan cuek dan nggak akan ngucapin untukku, ternyata aku salah. Semmua
memberiku ucapan selamat ulangtahun. Kadoku dari Elalga dibuka sama Om Agung,
isinya Koran berlapis nggak tau lapis berapa yang jelas aku dikerjain lagi.
Keluargaku menertawakan karena aku sedari tadi isinya Cuma dikerjain
temen-temen. Boneka kura-kura hijau isinya.
Tuhan
mengabulkan doaku. Semua kepenaatan hari ini itu adalah pelajaran untukku
supaya aku bisa lebih dewasa, dan itu semua adalah anugerah terindah sepanjang
hidupku karena kebahagiaan itu nggak bisa dibeli dengan apapun.
Langganan:
Postingan (Atom)