Jumat, 10 Januari 2014

Sweet Seventeenth 27 Oktober 2013



27 Oktober 2013, awan bergerak dengan lembut seirama dengan angin sepoi yang membangunkanku dari tidur nyenyakku malam itu. Serasa hari ini akan menjadi hari yang terindah sepanjang hidupku. Hari yang penuh makna, penuh suka cita dan penuh perubahan dalam hidupku. Aku segera membuka pintu depan dan menikmati pagi hari bertatapan dengan matahari yang masih malu-malu memancarkan sinarnya. Well, hari ini adalah hari ulangtahunku yang ke tujuhbelas atau orang muda sering menyebutnya Sweet Seventeen. Aku berdoa dan berharap agar hari ini menjadi hari yang indah untukku. Aku pun juga membuka handphone kubuka ada 12 pesan masuk yang memberiku ucapan selamat ulangtahun, ada Oni, Dita, Tutik, Kinan, Wawan yang pas pukul 00.00 lalu aku menghubungkan jaringanku lalu aku menulis status di facebook. “Tuhan, indahkan hari ini”. Tapi sayang, malam minggunya, handphoneku rusak, dirusakin Anya, keponakanku yang setiap hari dirumahku. Sedih banget, waktu itu aku masih tertidur sepulang sekolah, lalu handphoneku dimainin Anya, setelah aku bangun, aku liat handphone udah dalam keadaan “heng” atau eror pas di zoom foto waktu aku, Kinan, Dita, dan Oni liat LBB di GOR UMY. Seketika aku langsung lemas, rasanya seperti diputusin pacar di hari -1 ulangtahunku. Aku pikir, itu bakalan jadi pelajaran buatku, atau ……. Entahlah. Mungkin memang sudah takdir. Untung Mbak Rumi baik hati, jadi selama aku dirumah selatan, yang udah lama aku rencanakan untuk merayakan ulangtahunku itu, Mbak Rumi meminjamiku handphone. Memang, hari itu aku menebak akan ada banyak temanku yang aku undang untuk datang ke ulangtahunku akan SMS, mereka belum ada yang tau dimana rumahku yang satunya itu.       
           Pagi itu masih Dalam keadaan lusuh alias belum mandi, air pun belum tersentuh sedikitpun, aku dan Mbak Rumi membungkus kue yang barusaja diantar leh temannya Tante Tyas. Kue untuk para tetangga dan rekan bapakku karena memang hari ini juga bertepatan sama peringatan 1000 hari kakungku. Untungnya misa di gereja hari Senin, bukan hari ini, jadi memang sudah lama aku rencanakan hal ini.
Jam 11 kurang, aku sudah mulai bingung untuk urusan ambil roti, beli gelas dan sebagainya, tapi malah orang rumah justru bikin suasana hatiku seperti terbakar. Ada yang menyuruh kesini, ada yang menyuruh kesana. Dari mulai malamnya, aku mendekorasi rumah sendiri , hanya dibantu dan ditemani Om Agung dan Mbak Rumi, 20 balon habis kutiup sendiri. tirai cendela dan  backdrop pun aku yang memasang sendiri. Di usiaku yang ke tujuhbelas ini aku merasa aku harus mandiri, aku harus melakukan semuanya dengan sendiri disamping kedua orang tuaku yang sibuk dengan acara memule kakungku. Segera aku menyuruh Mbak Rumi menemaniku mengambil kue. Setelah sampai toko kue, ternyata lilinnya angka 7 habis.

“Mbak, aku jadi beli lilinnya deh” kataku pada pelayan toko kue  itu.

“Waduh , lilinnya yang 7  habis mbak”

“Yah..” kataku dengan sangat kecewa.
 Aku langsung pergi ke Toko kue di daerah Bintaran dan ternyata tutup. Disepanjang jalan, jantungku berdegup, rasanya tak karuan, aku terus berfikir bahwa hari ini menjadi hari sial untukku. Aku SMS Om Agung agar membelikan lilin angka 7 kalau pulang nanti. Ternyata, sesampai dirumah tidak dibelikan. Aku kecewa, semua keluargaku sudah datang dan tidak ada satu orangpun yang peduli. Aku mencicil membuat adonan agar-agar untuk membuat es sarang burung. Baru mulai memarut agar-agar saja udah dimarahi gara-gara salah arah dan agar-agar yang aku parut itu hancur. Dengan muka kesal, Tante  Kris yang mengambil alih memarut agar-agar itu. ppadahal sebenarnya ia sendiri masih sibuk sama pekerjaannya.
Penatttttttttttt………….. siiiiiiiaaaaaaalllllll………. Aku juga masih disuruh mengantarkan kue ke tetangga-tetangga, tapi karena aku sudah benar-benar muak dirumah, aku cepat-cepat membereskan barang apa saja yang akan ku bawa ke rumah satunya dan dengan air mata yang sudah merambang di ujung mata juga napas yang mulai tersengal-sengal membuatku sulit melontarkan kata-kata, aku segera pergi dengan muka yang sangat acuh. Di sepanjang jalan, aku sedih, sama sekali tidak ada orang yang memperdulikanku. Rasanya seperti ditusuk-tusuk seribu jarum pentul tepat di bagian hati. Tetapi aku tetap diam. Sesampai dirumah yang akan ku pakai untuk merayakan ulangtahunku, aku membereskan semuanya sendiri, dan beberapa menit kemudian, ahkirnya Om Agung datang dan membantuku. Disusul Mbak Nita, Mas Indra, Anya dan Niel. Mbak Nita membantu meniupkan balon panjang-panjang ala Pizza Hut yang masih tersisa dan aku membuat es sarang burung di dapur. Kue tart pun aku masukkan ke dalam kulkas biar tidak lembek. 
 Karena aku tidak mau terlalu lama mempersiapkan semuanya, aku meninggalkan Mbak Nita dan Mas Indra supaya mereka yang menata masakan yang sudah disiapkan oleh Bulek Tini, adiknya ibuku. Ada nasi kuning, ayam goreng krispi, kering tempe, telur dan abon. Aku bergegas pulang kerumah dan segera mandi.
Pukul 17.30 aku kembali melangkahkan kaki di gang menuju rumah Mbak Destri karena aku harus mengambil salad yang sedang dibuat dirumahnya Mbak Destri. Ternyata aku masih harus menunggu karena belum selesai Mbak Destri masih mengaduk-aduk salad sembari menaburi keju. Bak dikejar-kejar anjing di ujung mata. perasaanku sudah tidak karuan.

“Mbak, aku  pake baju ini wagu ndak?”

“Yo ketok ndeso. Hehehe” jawab mbakku cengingisan.

“Njuk aku kudu pie?” tanyaku panik.

“Nganggo klambiku sek abang wae. Sek tak jupukke”

 Setelah diperlihatkan, aku pikir aku tidak pede memakai dress merah ketat seperti itu. Jadi ya aku tetap memakai dressku yang biru. Hal yang aku pikirkan sedari tadi, aku takut kalau aku masih ditempat Mbak Destri, tapi teman-temanku sudah sampai dirumahku. Keadaanku masih polos tanpa bedak sedikitpun dimukaku. Gembel.
            Sepasang kaki melangkah disebuah jalan yang sepi. Hati yang berdebar-debar tak kunjung hilang masih dengan perasaan tak karuan. Mendengar suara adzan maghrib sembari menengok kanan-kiri. Nafas yang tersengal-sengal kembali menghajar badanku yang sudah mulai panic ini. Setelah sampai rumah, rupanya belum ada temanku yang datang. Dengan sedikit perasaan lega, aku langsung membuka sebotol air putih dan kuminum. Ku oleskan bedak talk bayi di mukaku yang mulai berkeringat ini.
           Mbak Nita dan Mas Indra terburu-buru pulang, soalnya Niel rewel dan minta pulang. Sendiri dirumah rasanya itu……………………………….nothing. Pukul tujuh malam, aku masih menunggu temanku di depan kipas angin sambil meratapi handphone Mbak Rumi. Masih sendiri. Aku SMS beberapa teman yang yakin akan datang. Gama terutama.
          Semangatku hilang, yang tadinya galau jadi tambah galau. Karena dihari sebelumnya, Gama bilang kalau dia bakalan datang. Bahkan dia juga yang nge-share undangan ulangtahunku ke facebook. Sampai jam segini masih belum ada yang dateng. Setiap tetangga yang lewat, menanyaiku.
          “Ulangtahun ya mbak?”
“hehe iya, Bu”
“Yang keberapa?”
“Ke tujuhbelas”
“Lha temen-temennya mana kok sepi”
          “Nggg……………belum dateng e, jam tujuh acaranya” alibiku.  
          Lalu Fia bilang kalau yang di Smaven Cuma 3 orang. Kinan juga, katanya dia nganterin adiknya cek dan Galuh dimarahi papanya. Ikhsan juga tiba-tiba bilang kalau yang cowok lagi pada futsal. Aku frustasi. Rasanya pengen teriak sekenceng mungkin. Aku kecewa sama mereka. Aku sedih banget. Setiap menit menengok luar pintu dan belum ada juga tanda-tanda ada yang dateng. Jam 7 lebih 5 menit.
Surrrrppprrriiiisssseeeee………… kutengok pintu depan rumahku. Gama, Fia, Nada, Aan, Nandya, Alethea, Indra, Octa, Weda, Rika, Rahma, Anggre datang dengan cekikak-cekikik. Rika bilang Salma Abi Erza ada acara jadi pada nggak bisa dateng. Kan bener, aku pasti dikerjain sama mereka. Dan parahnya, SMSku ke Fia soal Gama, dibaca temen-temen. Sial banget, aku langsung diejekin sama mereka.
            “Cie sek di SMS Gama e” ejek Octa.

            “Weh apa to kamu? Ya kan dia ketua kelas” alibiku.

            “Sori Vis, mau sek mbales SMSmu konco-konco” kata Fia sambil senyum-senyum.

            “Cie sek seko kelas siji” ejek Octa lagi.

            Kado pertama sweet seventeenku dari anak Elalga, kertas biru yang aku terima langsung dari Gama. Lagi-lagi aku diejek sama temen-temen. Katanya sih formalitas dari ketua kelas. Tapi aku yakin mereka ngerjain aku lagi. Lalu hal yang aku tunggu-tunggu nih, saatnya berfoto-foto dengan anak Elalga. Aku mengeluarkan kue tart yang tadi kumasukkan kedalam kulkas. Om Agung yang menyalakan lilinnya dan saatnya aku tiup lilin dan  diiringi nyanyian dari anak-anak Elalga.
          “Tiup lilinnya tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga. Sekarang juga.”

“Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga. Sekarang juga sekarang juga.”

Kue pertama ku kasih untuk Om Agung, karena ia yang menggantikan orangtuaku disini. Lalu Mbak Destri, Gama, dan Nandya karena Gama sebagai ketua kelas. Tapi sepertinya aku dikerjain lagi sama temen-temen. Gayanya mereka bilang buat pak ketua kelas dulu. Malu banget aku didepan banyak orang aku di bully habis-habisan. 
Dari mulai foto bersama, tiup lilin, potong kue sampai foto masing-masing anak, yang aku bener-bener tunggu belum dateng juga. Makhluk Sore. Apa mereka setega itu sama aku? Apa ini yang namanya konco kentel? Apa gara-gara Mereka sibuk futsal terus akunya dilupain? Apa ini yang katanya bisa? aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…………………………………. Ini rasanya lebih dari sedih. Aku coba hubungi Adin.

            “Halo din….”

            “Apa?”

            “Gimana e? gek kesini”

            “Sory aku raiso. Aku lagi futsal”

            “Kok gitu e kamu tu”


            Cepat-cepat aku matikan telpon karena rasanya itu sangat-sangat mengecewakan. Dengan muka yang kebingungan, dan sedari tadi udah dikode Rahma kalo dia udah kehausan, lalu aku menyuruh mereka segera ambil makan dan minum di dapur belakang.

            “Vis, sumurmu asat?” kata Rahma mengodeku.

            “Hahaha ya ayok buruan ambil makan”

            “Dimana? Ya anterin”

            “Itu lho dibelakang.”


            Tiba-tiba………………..suuurrrrrrrpppprrrrrriiiiiiisssseee again. Galuh datang membawakan kue tart dan diikuti Tutik, Kinan, Onik, Dita, Adin, Ikhsan, Icak, Azka, Kempong, Ipul, Bimo. Oke. Aku dikerjain lagi. Seneng banget rasanya mereka dateng. Semua kesedihanku sejak pagi tadi udah ilang. Mereka yang ngobatin rasa panikku, sebelku, dan sedihku. Mood booster ku datang. Superman ku datang. Radio ku datang. Mereka langsung heboh dan menceritakan kronologi ngerjain akunya. Sial. 

            Aku mengajak mereka foto bersama. Dari yang muka datar sampai foto teralay ada. Sayangnya, Makhluk Sore kurang Selma. Selma rumahnya jauh dan pasti sepulang LDK pelatihan OSIS itu dia nggak dibolehin sama orangtuanya. Seharusnya disini ada empatbelas orang. Well, aku tetep bahagia banget hari ini.


            “Vis, nih ada kado buat kamu. Cun buruan dibuka tasmu” kata Galuh.

            “iya lho Vis, kado special buat kamu” Dita menyahut.

            “Hahahaha” tawa Adin sambil membuka Tas batik milik Ikhsan.


            Lebih dari 15 bungkus kado kecil-kecil ditaruh didepanku. Mereka menyuruhku membuka kado ini. Yang pertama isinya uang-uangan mainan, lalu  kartu Barbie mainan, lalu daun daun ijo dan masih banyak lagi mainan anak kecil. Malah ada yang isinya bedak bayi, jerseynya Ikhsan sewaktu kecil, dan kuas tembok. Tau aja mereka kalau rumahku ini belum dicat. Hahaha. Lagi-lagi aku dikerjain. Segera aku menyuruh mereka mengambil makan di dapur. Sebagian anak Elalga asik berfoto dengan kamera SLR milik Octa.

            Aku menemani Makhluk Sore makan. Rasanya, bahagia banget duduk melingkar bareng temen-temen yang selalu ada disaat aku butuh, selalu nemenin aku, selalu tau aku, dan selalu ngehibur aku. Mereka semua bisa bikin aku ketawa. Kempong terutama. Moment yang hannya sekali terjadi ini nggak aku abaikan bagitu aja. aku mengambil gambar dari kamera mbakku sewaktu kita bercanda bersama. 

            Pukul setengah Sembilan, Gama memanggilku dan dia berpamitan pulang karena sudah malam. Gama memintaku memenggilkan Ibuku untuk berpamitan, tapi karena ibuku tidak ada disitu lalu aku memenggil Bapakku yang baru saja datang. Mereka pun berpamitan dan aku mengucapkan banyak terimakasih. 

            Masih bersama Makhluk Sore, aku mengajak mereka foto satu-satu denganku. Mau dibilang modus ya…….ngggggg………… Makhluk Sore udat tau J nggak tau harus gimana ngungkapinnya, rasanya lewat tulisan dan curhatan itu belum melampaui seluruh kebahagiaanku dihari ulangtahunku. Masih belum puas untuk mengambil gambar bersama mereka, aku pun meminta mereka foto bersama lagi sebelum mereka pulang.


            “Luh, tukeran dong”

            “Hahaha, aku tau Vis maksudmu” ledek Galuh.

            “hussstttt diem ya” jawabku malu.


            Jam setengah sepuluh, mereka pun berpamitan dan segera pulang karena sudah larut malam. aku berterimakasih banyak sama mereka, walaupun aku harus nunggu mereka dateng lama.

            Bapak, Ibu, Om, Tante dan saudaraku yang lain datang untuk mengucapkan selamat ulangtahun untukku. Makan bersama keluarga sembari menceritakan apa yang menbuat hariku ini indah. Mbakku dan tanteku bisa menebak kalau yang dateng kedua tadi “konco kenthelku” katanya sih keliatan dari sikapnya mereka ke aku gimana, lalu bercandaannya.


            “Itu tadi mesti temen deket semua to?” tanya Mbak Imah.

            “Iya. Gilak aku dikerjain habis-habisan. Dikado mainan anak-anak juga”

            “Nah, itu yang bikin kangen besok kalo kamu udah gede”

            “iyasih.”

            “apa lagi ini ulangtahun ke tujuhbelas. Nggak bisa dilupain”


            Sesampainya dirumahku yang lama aku tinggali ini, aku langsung mendapat sambutan dari saudara-saudaraku yang duduk-duduk di teras. Tidak disangka, yang aku pikir mereka bakalan cuek dan nggak akan ngucapin untukku, ternyata aku salah. Semmua memberiku ucapan selamat ulangtahun. Kadoku dari Elalga dibuka sama Om Agung, isinya Koran berlapis nggak tau lapis berapa yang jelas aku dikerjain lagi. Keluargaku menertawakan karena aku sedari tadi isinya Cuma dikerjain temen-temen. Boneka kura-kura hijau isinya. 

Tuhan mengabulkan doaku. Semua kepenaatan hari ini itu adalah pelajaran untukku supaya aku bisa lebih dewasa, dan itu semua adalah anugerah terindah sepanjang hidupku karena kebahagiaan itu nggak bisa dibeli dengan apapun. 

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar